Anomali Politik Pengaruhi Stablitas Nasional: politik Warung Kopi. | POSBANTEN.CO.ID
google.com, pub-2901016173143435, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Saturday 23rd November 2024

Anomali Politik Pengaruhi Stablitas Nasional: politik Warung Kopi.

Posbanten.co.id Jakarta – stablitas nasional akan berubah seiring dengan peta politik paskah pemilu. Hal itu dapat di sebut sebagai anomali akibat tuduhan tuduhan kecurangan bahkan issu itu telah santer di perbincangkan di warung kopi pinggir jalan.

Kalangan politik dan yang awam politik sekalipun turut menyoroti kebijakan pemerintah yang menurut kasat mata dan pandangan mereka bahwa perpolitikan yang di harapkan demokratis menjadi soroton publik, manakala di pandang sebagai sumber menu perbincangan yang hangat.

Menu politik warung kopi kini menjadi buah bibir masyarakat dan menjadi teka teki, atas kemenangan prabowo gibran akan kah di lantik atau dilakukan perlawan hukum untuk keadilan dari lawan politiknya. Tentu hal itu, ada jawaban dari peserta calon yang merasa di rugikan, tidak bisa di pungkiri bahwa mereka siapkan peluru pamungkasnya jika kalangan lawan politik dirugikan.

Mengingat dan Merujuk pada TAP MPR no VI tahun 2001 dan TAP MPR no VIII yang menjadi sorotan publik, sebagai pelanggaran norma etik, tetapi hal tersebut pejabat tak kunjung mengundurkan diri menjadikan hal tersebut hangat di perbincangkan kalangan masyarakat. Apakah TAP MPR yang masih berlaku tidak lagi menjadi landasan hukum di negeri tercinta, atau kita buta tidak peduli lagi dengan landasan tersebut.

Boleh kita berpolitik menyuarakan hak setiap pribadi sebagai mana diatur dalam UU hak azasi manusia tetapi membungkan aturan untuk kepentingan pribadi apakah itu baik dan benar. Sebagai masyarakat yang awam politik kami sadar akan hal itu tetapi kami tidak melek akan putusan no 90 MKMK yang telah inkrah. Tetapi pejabatnya hingga kini tidak mengundurkan diri.

Dimana hati nurani seorang pejabat dengan hanya mengatakan delik belum ada putusan pengadilan tetapi lupa akan TAP MPR yang masih berlaku, Benginilah pejabat publik yang kebal hukum dan tidak peduli lagi dengan cemohan kritikan, sorotan publik dari masyarakat tanah air.

Rasa malu itu, sepertinya hal biasa bagi pejabat NKRI. Harus kah pengadilan rakyat yang mengadili baru nyadar, tak kunjungnya pejabat publik mundur atas kebijakannya dan putusannya yang berbuah kontroversi yang juga hangat di perbincangkan akan dapat mempengaruhi stabiltas nasional.

Civitas Akademis, Mahasiswa dan mahasiswi bergerak untuk menyuarakan bahkan 124 PTN, tidak hanya itu bahkan beberapa PTS di indonesia turut menyuarakan demokrasi dan perjuangan demokrasi tetapi semua itu tak kunjung ada perubahan.

Mungkinkah seekor gajah akan di kalahkan semut, atau Raja lebah di lawan gerombolan lebah yang dizolomi, tentunya hal itu, tergantung daripada seluruh unsur untuk dapat memperjuangkan demokrasi yang seutuhnya, dimana cita cita repormasi menjadi tidak lagi dirasakan oleh masyarakat. Hukum bukan lagi milik rakyat tetapi lebih pada milik pesanan, semua itu bisa dilihat, kasus batang toru, rempang, dan yang lain yang hingga kini belum ada kepastian hukum. Bahkan putusan DKPP seolah menjadi tontonan biasa bukan lagi penegakan hukum.

Inilah sejati suara rakyat yang tersakiti bahkan kemana rakyat harus berlindung jikalau kebijakan pemerintah lebih condong pada oligarki, akankah ada perubahan yang dinanti menuju indonesia emas yang di gadang gadang.

Ya betul, mungkin ini yang dimaksud kekuasaan otoritarian yang sudah tidak lagi mempertimbangkan pertimbangan etis, moral dan sorotan sosial.

Prof Mahfud MD telah banyak membuka kasus hukum, bahkan menganalisa yang mungkin bisa terjadi akibat kezoliman dikutif dari status vidieo yang beredar di media massa dan elektronik. 25/ 2/ 2024.

Redaksi : Piter Siagian A.Md

[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

mgid.com, 748613, DIRECT, d4c29acad76ce94f