JANGAN JADI PRESIDEN NDABLEK ! Oleh: Saiful Huda Ems. | POSBANTEN.CO.ID
google.com, pub-2901016173143435, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Wednesday 30th October 2024

JANGAN JADI PRESIDEN NDABLEK ! Oleh: Saiful Huda Ems.

Posbanten.co.id, Jakarta.

Masih teringat dengan jelas, bagaimana saya dahulu bersama bapak-bapak dan ibu-ibu dosen hukum kami tercinta, bersusah payah menyelenggarakan acara-acara Seminar Nasional di Bandung, dengan tujuan agar supaya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR R.I) dapat segera merancang dan mensahkan UU Tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dan UU Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah sekian lama kami dan teman-teman senior lainnya di Jakarta, Bandung dan di berbagai kota berjuang, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berdiri di Republik Indonesia tercinta ini.

 

Namun sayang, setelah bertahun-tahun kedua lembaga itu berdiri dan berfungsi dengan baik, kini kehormatan kedua lembaga itu telah dirusak oleh Pemerintahan Jokowi di akhir masa periode keduanya. Setelah UU KPK dilemahkan, hari ini gilirannya MK kehormatannya dihancur leburkan. Betapa tidak, hanya karena ingin mengokohkan Politik Dinastinya, di hari ini Senin (16/Oktober/2023), MK memutuskan menolak dan mengabulkan sebagian judicial review yang diajukan oleh para pemohon soal batas usia Capres/Cawapres.

 

Usia minimal Capres/Cawapres memang tetap 40 tahun, namun oleh MK ditambahi dengan kalimat dan sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Ini artinya, meskipun putra sulung Presiden Jokowi (Gibran Rakabuming Raka) usianya belum mencapai 40 tahun, namun karena ia sedang menjabat sebagai Kepala Daerah, maka ia boleh menjadi Calon Presiden/Wakil Presiden. Selain itu Kepala Daerah yang sedang menjabat dan ingin menjadi Capres/Cawapres harus meminta persetujuan dari Presiden, yang tiada lain saat ini yang sedang menjabat adalah bapaknya sendiri.

 

Baik itu MK maupun Pemerintah (Eksekutif), tentu bisa berkelit, bahwa keputusan MK ini bukan dimaksudkan untuk meloloskan putra sulung Presiden agar dapat maju menjadi Cawapresnya Mr. P, melainkan sebagai prinsip dasar aturan untuk Capres/Cawapres secara umum dan berjangka panjang. Akan tetapi rakyat tidaklah bodoh, sudah menjadi rahasia umum bahwa Gibran putra sulung Presiden Jokowi saat ini sedang digembar-gemborkan menjadi Cawapresnya Mr. P. Maka tidak salah kiranya jika publik mengait-ngaitkan keputusan MK ini dimaksudkan untuk memuluskan jalan bagi Gibran untuk Nyawapres. Apalagi KPU secepat kilat langsung merespon keputusan MK ini dengan positif, meski dibumbui kalimat akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah dan DPR.

 

MK sudah terlalu jauh keluar dari tugas dan fungsinya. Persoalan batas minimal usia Capres/Cawapres sudah ditentukan oleh Konstitusi dan UU Pilpres yang menjadi ranah Pemerintah dan DPR RI. Jika kemudian MK turut campur dalam persoalan UU ini, maka MK telah berubah menjadi Mahkamah Adi Kuasa, atau berubah menjadi Mahkamah Keluarga seperti yang minggu-minggu ini dinyatakan oleh para aktivis dan viral serta bergema di seluruh penjuru tanah air.

 

Salah seorang hakim MK sendiri, yakni Prof. Saldi Isra telah mencemaskan keadaan MK sekarang yang keluar dari jati dirinya. Keputusan MK soal batas usia Capres/Cawapres ini dikatakannya sangat aneh, misterius dan berubah sangat cepat setelah kehadiran Ketua MK, yakni Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi. Padahal sebelumnya Ketua MK itu sering tidak hadir dalam rapat-rapat yang membahas soal batas usia Capres/Cawapres ini. Hakim-hakim MK dalam rapat-rapat sebelumnya juga lebih banyak yang menolak, namun di detik-detik akhir berbalik 180 derajat dengan keputusan setuju atau mengabulkan meski sebagian.

 

Kami sebagai pendukung dan pecinta Jokowi yang selama bertahun-tahun mendukung dan membelanya, sungguh sangat kecewa dengan semua ini. Sangat kecewa pula dengan sepak terjang Presiden Jokowi akhir-akhir ini yang terlalu banyak melukai rasa keadilan masyarakat dan menghina akal sehat. Meski demikian kami sangat berharap agar kiranya Presiden Jokowi tidak mengizinkan putra putrinya untuk maju jadi Capres/Cawapres di Pilpres 2024 ini. Bukan karena apa-apa, melainkan hanya karena kami ingin nama baik Presiden Jokowi dan putranya, yakni Gibran tetap terjaga dan tidak meninggalkan kesan buruk sebagai Presiden dan anaknya yang paling serakah di sepanjang sejarah Republik Indonesia.

 

Mau menerima aspirasi kami ya terimakasih, mau menolak bahkan marah ya silahkan saja. Sebab kami bukan pendukung penjilat yang asal bapak senang, melainkan pendukung yang menginginkan bapak selamat dunia akhirat dan meninggalkan berbagai kenangan manis yang tak kan pernah kami lupakan. Pak Jokowi, mohon ingatlah jasa-jasa Ibu Megawati yang telah menjadikan bapak dan keluarganya sebagai orang besar dan terhormat. Jagalah perasaan Ibu. Saya tau bapak sangat tersinggung dengan Bu Mega yang menyatakan Bapak sebagai Petugas Partai, namun percayalah itu hanya kelakar dari seorang ibu yang menginginkan anaknya selalu mengingat jati dirinya.

 

Ibu Megawati memang kadang bicara diluar kontrol, namun Ibu Megawati sejatinya tulus dan mulia, sangat berjasa besar untuk memajukan Indonesia. Beliau berpuluh tahun telah merasakan getir manisnya sebuah perjuangan, karena di tubuhnya mengalir Darah Juang seorang Proklamator tercinta, pahlawan besar sepanjang sejarah Indonesia. Bu Mega sejak awal sudah menghadapi banyak ancaman dan tekanan dari musuh-musuh politiknya yang sangat ditakuti di negeri ini, namun Bu Mega tetap bergerak dengan nyali juangnya yang luar biasa. Dari kemahiran kepemimpinannya, Bu Mega telah melahirkan banyak kader, tokoh-tokoh nasional briliant yang tiada tandingannya, Pak Jokowi harus mengapreasinya dan jangan sesekali menghianatinya. Ini pesan dari saya, pendukung setiamu Pak. Salam juang tandasnnya

 

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Ketua Umum Ormas HARIMAU JOKOWI yang sedang terluka. Mantan Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) se Jerman di Berlin yang pernah mengumandangkan perang politik total melawan rezim Soeharto di Jerman (1991-1995) dan di Indonesia (1995-1998).16/10/2023.

Piter siagian.

[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

mgid.com, 748613, DIRECT, d4c29acad76ce94f