JIHAD ITU MENEGAKKAN AGAMA ALLAH BUKAN MEMPERJUANGKAN KEKUASAAN | POSBANTEN.CO.ID
google.com, pub-2901016173143435, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Sunday 24th November 2024

JIHAD ITU MENEGAKKAN AGAMA ALLAH BUKAN MEMPERJUANGKAN KEKUASAAN

Posbanten.co.id.Tangerang.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara untuk ikut dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah keadaan mereka.

Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Demokrasi tercermin dari terselenggarakannya pemilihan umum yang LUBER. Dimana Indonesia sudah mampu menyelenggaran pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung sejak 2004 silam.

Pelaksanaan sistem demokrasi yang mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara terbuka dan setara.

Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan melalui prinsip-prinsip yang dikompetisikan melalui berbagai tahapan dan prosedur yang pada akhirnya demokrasi sistem ini dimaknai sebagai penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan.

Sering terjadi pesta demokrasi dalam sebuah pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, jika presiden di suatu negara yang menganut sistem demokrasi, dimana puncak momentumnya adalah adanya kesempatan memilih guna menentukan nasib bangsa dari hak pilih yang diberikan kepada warga negara tersebut untuk ikut menentukan arah bangsa dan negaranya.

Maka memilih figur pemimpin yang terbaik tentu akan duduk sebagai pihak yang berkuasa dalam menentukan nasib mereka dari tahapan dan putaran demokrasi yang disediakan oleh konstitusi negara tersebut.

Namun sulitnya memperoleh dukungan dari masyarakat, sering membuat strategy dan cara yang digunakan oleh pihak-pihak yang ikut dalam kompetisi demokrasi itu harus memutar otak, hingga menarik agama kedalam pusaran strategi politiknya agar rakyat bersedia mendukung dan mengusung dirinya.

Hal ini pernah diungkapkan oleh KH Abdurrahman Wahid yang telah menyampaikan agar agama tetap sakral dan menjadi kekuatan spiritual, sehingga masyarakat tidak terseret oleh para elit untuk masuk ke dalam pusaran politik identitas yang demikian.

Tujuannya agar agama tetap sebagai sesuatu yang tidak terpengaruh atau dipengaruhi suasana politik hingga tetap sebagai kekuatan yang mengasah moral masyarakat.

Oleh karenanya agama itu jangan terbawa ke dalam ajang permainan politik kotor dan penuh dengan intrik tersebut.

Jika institusi atau organisasi keagamaan tidak dapat diseret kearah politik identitas secara langsung, bukan berarti perjuangan para elit politik yang ingin menyeret agama tersebut menjadi berhenti,

walau tidak melalui kelembagaan, namun dukungan politik berbasis keagamaan kini dimunculkan dalam kondisi yang informal dari orang-orangnya yang sengaja dihimpun sebagai kekuatan arua bawah bahkan menjadi perlawanan dalam menimbulkan citra buruk bagi pemerintah yang mereka sebut Toghut dan Kafir.

Tentu saja ini hembusan isu negatif yang sengaja ditiupkan agar masyarakat menjadi terbelas dan tidak percaya kepada pemimpinnya. Bahkan merebak pula aksi ajakan jihad demi membangun poros perjuangan untuk melawan pemerintahan saat ini.

Tujuan JIHAD yang sebenarnya memperjuangkan agama Allah SWT, kini berubah kepada haluan guna merebut kekuasaan dan menguasai ekonomi sekaligus berusaha untuk mengganti ideology Pancasila yang semakin nampak perwujudannya.

Apalagi masyarakat kita yang belum melek demokrasi seutuhnya serta lemahnya sikap nasionalisme yang dimilikinya, tentu secara mudah dikelabui oleh karena tidak mampu membedakan mana perjuangan agama dan mana memperjuangkan negara.

Sehingga dengan gampangnya menarik kesimpulan dan bersikap bahwa demi agama negara pun bisa dan akan dikorbankan.

padahal suatu agama akan sulit berkembang jika negaranya terguncang atau porak poranda sebagaimana perang dibeberapa negara di timur tengah yang hingga saat ini tidak berkesudahan.

Apalagi kehadiran radikalisme di Indonesia bukanlah barang yang baru, serta masa waktu keterlibatan mereka dari sejak terjadinya pelaku Bom bunuh diri pertama yaitu 26 tahun silam,

Tentu hal ini mengkonfirmasi bahwa segmen milenial kita sudah masuk kedalam target-target mereka untuk dilakukan upaya Brain wash bagi suburnya gerakan mereka. Tentu ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah dan kita semua.

bahwa isu propaganda dalam menyebarkan paham radikalisme dan terorisme tidak terlihat sulit, bahkan malah diminati oleh generasi muda bangsa ini yang memang tidak memiliki pondasi pemahaman ideologi Pancasila dan falsafah Bhinneka Tunggal Ika yang kuat, sehingga sikap nasionalisme yang dimilikinya tentu menjadi rendah pula.

Jangan sampai lemahnya penegakan hukum dan tidak berjalannya pola deradikalisasi dianggap masyarakat justru menjadi seperti pembiaran hingga pemerintah dianggap kalah dalam menangkis lajunya pergerakan mereka. Surutnya sikap nasionalisme dari rasa kebangsaan ini ditengarai akibat tidak adanya materi pendidikan Pancasila serta wawasan kebangsaan yang dulu pernah menjadi materi pokok di sekolah-sekolah.

Sehingga mereka malah dijejali ideologi ekstrem serta diskursus radikalisme untuk mendapat pengetahuan mengenai ekstra radikalisme dan terorisme yang diyakini mereka sebagai cara pintas mencapai surganya diakhirat.

Pemerintah harus melakukan teguran keras kepada pihak manapun yang acap kali sengaja menyeret dan berupaya secara terus menerus dalam menyeret agama kedalam pusaran politik kekuasaan.

Jika ini dibiarkan, tarikan semacam itu akan mengguncang keseimbangan antara nilai-nilai kebangsaan versus keagamaan, dimana keberadaan keduanya adalah dua keadaan yang berbeda yang tidak perlu dibenturkan antara satu dengan lainnya.

Bukan malah menyulut masyarakat agar meninggalkan kecintaan masyarakat terhadap negaranya.

Sehingga melupakan pentingnya tanah leluhur mereka untuk diperjuangkan oleh karena seruan agama yang sering disuarakan guna mengajak masyarakat untuk meninggalkan dunia yang diasumsikan pada jabatan atau harta yang melekat pada kaidah dunia hingga berimbas pula pada jeratan kecintaan keduniawian, sehingga pada pengertian tersebut membuat lalainya keimanan seseorang pada akhirnya.

Andi salim/ Piter siagian.

[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

mgid.com, 748613, DIRECT, d4c29acad76ce94f