Intervensi vs Destruction* *Dalam Kebijakan Publik* Oleh: Achmad Ramli Karim Pengamat Politik & Pemerhati Pendidikan. | POSBANTEN.CO.ID
google.com, pub-2901016173143435, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Saturday 7th September 2024

Intervensi vs Destruction*  *Dalam Kebijakan Publik* Oleh: Achmad Ramli Karim Pengamat Politik & Pemerhati Pendidikan.

Posbanten.co.id, Makassar. 

Intervensi dan Destruction adalah dua kata yang saling terkait tetapi tidak bisa disatukan dalam sebuah kalimat utuh, karena kedua kata tersebut memiliki arti dan makna yang kontradiktif.

Intervensi adalah istilah yang sering disebut dengan campur tangan atau ikut campur. Menurut KBBI, intervensi adalah campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak. Turut campurnya pihak lain atau intervensi terhadap suatu masalah yang bukan masalahnya bertujuan untuk membantu permasalahan pihak tersebut agar dapat selesai. Namun intervensi juga dapat bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari permasalahan orang lain.

Intervensi adalah bentuk tindakan yang kerap terjadi dalam hubungan tertentu. Seringkali intervensi adalah langkah yang dimaksudkan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik. Tapi, bisa juga intervensi dimaksudkan pada tujuan yang negatif. Sedangkan destruction dapat diartikan “penghancuran, pengrusakan, atau pembinasaan”.

Menurut hemat penulis, Intervensi pada prinsipnya adalah kebijakan kewenangan mengambil prakarsa, untuk memperbaiki dan meluruskan suatu masalah. Hal ini jika tujuan intervensi itu bersifat positif, seperti intervensi seorang pimpinan dalam rangka meluruskan kebijakan pimpinan unit dibawah kewenangannya yang yang dianggap keliru. Akan tetapi bila tujuannya bersifat negatif, maka intervensi tersebut dengan sendirinya berubah menjadi Destruction. Misalnya seorang pemimpin perusahaan memberi konsep kebijakan, agar bawahan mampu mengumpulkan poin (fee) khusus pribadi pimpinan diluar aturan yang sah.

Kebijakan seorang pimpinan sangat dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi dan etos kerja, dalam rangkan meningkatkan produktivitas kerja bawahan. Oleh karena itu intervensi pimpinan bersifat mengayomi dan dapat berfungsi sebagai sumber motivasi kerja, untuk meningkatkan mutu dan hasil kerja.

Sementara kebijakan adalah tindakan mencakup aturan-aturan yang terdapat didalam suatu kebijaksanaan. Secara umum kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukan perilaku seseorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun lembaga tertentu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Adapun isi kebijakan (policy content) Terdiri dari sejumlah daftar pilihan keputusan tentang urusan publik (termasuk keputusan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa) yang dibuat oleh lembaga dan pejabat pemerintah.

Kebijakan publik merupakan bentuk intervensi pemerintah menyelesaikan masalah-masalah publik dalam berbagai aspek kehidupan. Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang ditujukan untuk publik dalam pengertian yang seluas-luasnya untuk kepentingan umum (negara dan masyarakat), baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang tercermin pada dimensi kehidupan publik. Kebijakan publik yang pro publik memiliki kriteria harus melibatkan publik dalam setiap tahapan penyusunan, realistik, transparan, jelas tolak ukur keberhasilan, jelas target atau sasaran, jelas dasar hukum, dan antar kebijakan tidak terjadi saling tumpang tindih atau bertentangan.

Namun perlu diingat bahwa kebijakan publik sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam menyelesaikan masalah publik, harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan tidak bertentangan dengan norma hukum serta norma moral dan etika sosial.

Mencermati perkembangan kebijakan publik yang ditempuh oleh pemerintahan sekarang sebagai pemegang amanah rakyat (demokrasi), menunjukkan kecenderungan pemerintah melakukan intervensi yang mengarah kepada Destruction. Karena intervensi tersebut bukan untuk mengayomi atau melindungi kepentingan publik, melainkan mengayomi dan melindungi kepentingan kelompok oligarki yang terdiri dari; ekxecutive dan legislative (penguasa), pengusaha (investor), dan negara donor (kapitalis). Demikian juga tindakan intervensi pemerintah dan .DPR dalam melindungi kepentingan investasi dan ekspansi ekonomi (dagang) negara pemberi pinjaman (kapitalis). 

Indikasi ini tersirat dalam perjanjian (MoU) dalam bentuk konsesi antara negara pemberi pinjaman (pemodal/kapitalis) dengan negara kita sebagai peminjam (sasaran investasi). Dimana penguasa (excecutuve & legislative), melakukan intervensi kekuasaan (kewenangan) yang cenderung melindungi kepentingan kapitalis seperti RUU Omnibus Law, RUU Cinta Kerja, dsb.

Adapun bentuk intervensi penguasa (executif & legislative) yang mengarah kepada Destruction, antara lain; memberikan kebijakan kepada pengusaha (investor) asing untuk mengelola secara langsung SDA serta menguasai wilayah dan sumber daya alam Indonesia tersebut dalam jangka panjang (masa konsesi 80-190 tahun). Begitu juga kebijakan tersembunyi dengan mengizinkan masuknya imigran gelap asing melalui isu tenaga kerja yang dapat diduga untuk menetap dan menguasai wilayah pulau-pulau dan pantai-pantai strategis sebagai pemukiman warga asing.

Intervensi (kebijakan) tersebut dapat dianggap Destruction (penghancuran, pengrusakan, atau pembinasaan), karena dapat berdampak pada rusaknya ekosistem alam dan penghancuran biota laut serta pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri. Begitupula dapat menghancurkan seta membinasakan tatanan sosial cultural dan nilai-nilai religius akibat tatanan modern yang memberikan kebebasan sexual individu termasuk memperbolehkan perkawiinan sesama jenis (LGBT).

Lunturnya integritas dan moral sebagian besar pejabat publik, tidak dapat dipungkiri sebagai dampak dari ditetapkannya sistem “politik transaksional”. Yaitu transaksi kepentingan yang saling mendukung dan saling menguntungkan antara penguasa dan pengusaha dalam bisnis dan politik. Dengan kata lain manajemen bisnis dimanfaatkan dalam mengelola sistem penerintahan, dimana pengusaha ikut bahkan lebi dominan dalam menentukan intervensi (kebijakan publik) dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Demikian juga dekadensi moral yang melanda generasi penerus, sebagai dampak dari perdagangan bebas narkotika. Dimana peredaran obat-obat terlarang dikalangan pelajar dan generasi muda, tidak dapat dikendalikan bahkan tidak mampu dicegah. Kenapa?, karena sistim politik transaksional sangat kental menjelang pemilu dan Pemilukada, termasuk ditetapkanya ambang batas pencalonan Capres/Cawapres (presidential Threshold 20 %). Akibatnya para bandar judi, prostitusi dan nakoba masih dibutuhkan berpartisipasi dalam menanggulangi cost politiknya. Makassar, 7 September 2023.

*Penulis* : Drs. Achmad Ramli Karim, SH.,MH, Ketua Dewan Kehormatan & Kode Etik APSI Provinsi Sul-Sel, Ketua Koorda Alumni IPM/IRM Kab. Gowa, Alumni 81 PMP/CIVICS IKIP UP, Alumni 92 FH UMI Makassar.

piter siagian.

[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

mgid.com, 748613, DIRECT, d4c29acad76ce94f