Perang Asimetris & Proxy War Ancaman Disintegrasi Bangsa | POSBANTEN.CO.ID
google.com, pub-2901016173143435, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Saturday 4th May 2024

Perang Asimetris & Proxy War Ancaman Disintegrasi Bangsa

Posbanten.co.id Makassar, 01 April 2024 Masyarakat awam pasti lebih mengenal definisi perang secara konvensional, yaitu perang antara dua negara yang menggunakan pasukan militer dan senjata.

Perang dalam sejarah manusia diawali dengan menggunakan senjata tajam dan senjata tumpul untuk membunuh musuh, namun dengan perkembangan teknologi membuat senjata perang makin canggih. Senapan, meriam, rudal, granat, pesawat tempur, kapal perang, bom atom, dan lain-lain menjadi senjata andalan setiap negara dalam perang setelah era Revolusi Industri.

 *Apa Itu Perang Asimetris*

Mantan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Ryamizard Ryacudu, mengatakan perang asimetris merupakan metode peperangan gaya baru secara non militer, namun daya hancurnya tidak kalah bahkan lebih dahsyat daripada perang militer. Perang asimetris memiliki medan atau lapangan tempur luas meliputi segala aspek kehidupan.

Ada dua bentuk dalam perang asimetris. Pertama, melalui aksi massa di jalanan dalam rangka menekan target sasaran. Kedua, melalui meja para elite politik dan pengambil kebijakan negara agar setiap kebijakan sejalan dan pro asing.

Sasaran perang asimetris, yaitu membelokkan sistem sebuah negara sesuai kepentingan kolonialisme; melemahkan ideologi serta mengubah pola pikir rakyatnya; menghancurkan ketahanan pangan dan energi; selanjutnya, menciptakan ketergantungan negara target atas kedua hal tersebut.

Perang konvensional (militer) dan perang asimetris (non militer) ternyata memiliki pola yang sama. Pola perang konvensional adalah bombardir wilayah musuh melalui pesawat tempur dan artileri, kemudian masuknya pasukan kavaleri berupa tank dan kendaraan lapis baja lain, terakhir pendudukan oleh pasukan infanteri.

Pola perang asimetris ternyata memiliki roh yang sama, walau wujud atau aksinya berbeda. Tahap pertama dalam perang asimetris juga diawali dengan bombardir, namun berupa penggiringan isu-isu strategis (opini publik) yang ditebarkan oleh pihak-pihak tertentu (buzzer-buzzer).

Sedangkan masuknya kavaleri dalam perang asimetris disebut tema atau agenda, misalnya; (1) agenda menjatuhkan power dan kredibilitas lawan dalam dunia politik, melalui penggiringan isu-isu miring, (2) pengungkapan karakter buruk dan tindak pidana korupsi yang menjeratnya, (3) agenda gerakan massa untuk menurunkan rezim penguasa setelah sebelumnya dibombardir oleh isu-isu (penggiringan opini publik). Dan tahap akhir dalam pola perang asimetris adalah mengendalikan sistem ekonomi dan sumber daya alam (SDA) di negara sasaran.

 *Proxy War Dan Ancaman Disintegrasi Bangsa*

Media sosial telah menjadi salah satu instrumen terpenting perang hibrida yang disebut metode perang Proxy atau perang generasi baru.

Menurut definisi umum, perang hibrida adalah salah satu strategi perang yang menggabungkan perang politik, perang konvensional, perang tidak teratur dan metode perang siber, termasuk berita palsu, diplomasi, penyalahgunaan sistem hukum dan intervensi pemilu asing.

Perang Proxy atau Proxy War adalah sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.

(https://www.kemhan.go.id ).

Indonesia bukanlah negara adi daya (super power) seperti AS dan RRT, tetapi Indonesia bisa menjadi objek sengketa oleh negara adi daya karena kekayaan sumber daya alam (SDA) yang dimilikinya. Atas dasar kekayaan alam serta letak geografis Indonesia dalam peta perdagangan internasional, yang menyebabkan Indonesia menjadi objek sengketa dalam politik dagang global.

Mencermati percaruran politik global dan kondisi internal Indonesia, dapat diduga kalau campur tangan asing tidak ingin melepaskan kendali politiknya lewat penanaman modal (pinjaman) dan investasi asing. Jika betul Indonesian adalah objek sengketa dagang kaum kapitalis dalam hal pangsa pasar dan kekayaan alamnya, maka yang pertama harus dilumpuhkan dulu adalah kekuatan sosial yang dimiliki oleh Indonesia seperti rasa nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika, termasuk kekuatan mayoritas umat muslim. Untuk mencapai sasaran dalam perang modern atau perang generasi baru, maka peran pengganti bisa saja menggunakan buzer-buzer bayaran, pengusaha anti nasionalis, dan para penghianat bangsa demi kepentingan bisnis dan posisi (jabatan).

Oleh karena itu jangan terkecoh dengan editan yang berbau hasutan dan penggiringan opini publik, ada kemungkinan itu sengaja dibuat oleh tim buzzer bayaran untuk menjebak lawan politik agar kubu lawan mau menyebarkannya. Karena orang-orang pintar IT sengaja dibayar oleh investor dan kapitalis, hanya untuk membuat narasi negatif. Sedangkan orang awam khususnya umat muslim lebih banyak buta politik dan buta teknologi (IT) di media sosial, inilah yang dimaksud dengan perang “Proxy War”.

Proxy war tergolong ke dalam ancaman besar sebuah ketahanan negara karena dapat menghancurkan sebuah bangsa dalam keheningan, negara yang menjadi sasaran atau target tidak menyadari bahwa negaranya sedang diporak- porandakan yang bisa berdampak ancaman disintegrasi bangsa.

Disintegrasi bangsa adalah sebuah keadaan di mana tidak bersatu padu dan menghilangnya keutuhan atau persatuan suatu bangsa yang akan menyebabkan perpecahan. Ketika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin akan terjadi pelepasan wilayah dari suatu negara.

Di negara seperti Indonesia, disintegrasi bangsa bisa muncul kapan saja karena fenomena ini ditimbulkan oleh konflik sosial serta perpecahan. Jika dibiarkan terjadi, masalah yang ditimbulkan bisa sangat beragam, mulai dari diskriminasi, konflik isu SARA, kriminalitas di mana-mana, bahkan hingga melahirkan bangsa/negara yang baru.

Contohnya seperti yang terjadi di Semenanjung Korea. Disintegrasi muncul akibat ada dua ideologi yang tidak bisa disatukan, akibatnya munculah dua negara, yaitu Korea Utara dengan ideologi komunis dan Korea Selatan dengan ideologi demokrasi. Demikian juga Indonesia secara prospektif tidak menutup kemungkinan terjadinya perpecahan bangsa dengan berpisahnya beberapa kepulauan besar menjadi negara yang berdaulat sendiri (disintegrasi bangsa).

Ancaman disintegrasi bangsa yang paling menghawatirkan jika kaum kapitalis (investor asing) yang menggunakan pendekatan politik dagang (politik transaksional) dengan memanfaatkan penguasa, pengusaha, dan pimpinan parpol, untuk menguasai Pulau Kalimantan dan membeli pulau-pulau reklamasi yang pada akhirnya menyatakan berdiri sendiri sebagai negara berdaulat dalam Wilayah NKRI.ungkap Achmad Ramli Karim Pemerhati Politik & Pendidikan.

Redaksi : Piter Siagian AMd.

[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

mgid.com, 748613, DIRECT, d4c29acad76ce94f